
Pembangunan kawasan permukiman di Indonesia kian berkembang pesat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hunian yang layak, terjangkau, dan strategis. Salah satu model hunian yang kini semakin banyak dibangun adalah rumah deret, yaitu deretan unit rumah yang dibangun berdempetan dalam satu kawasan. Rumah deret banyak ditemukan di daerah padat penduduk, kawasan urban hingga proyek perumahan subsidi. Namun, pembangunan rumah deret tidak bisa dilakukan sembarangan.
Pemerintah pusat dan daerah telah mengatur dengan tegas bahwa rumah deret harus sesuai dengan zonasi permukiman sebagaimana diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Selain itu, setiap rumah deret juga wajib memiliki akses jalan resmi, yang menjadi prasyarat penting bagi kelayakan, legalitas, dan keselamatan penghuni. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai pentingnya kesesuaian zonasi dalam pembangunan rumah deret dan urgensi kepemilikan akses jalan resmi sebagai bagian dari perencanaan permukiman yang berkelanjutan.
Apa Itu Rumah Deret?
Rumah deret (row house atau townhouse) adalah jenis bangunan hunian yang dibangun secara berurutan dan menempel satu sama lain dalam satu kavling atau blok tanah. Karakteristik utama dari rumah deret adalah:
- Memiliki dinding yang menempel dengan unit rumah lainnya di sisi samping.
- Umumnya memiliki ukuran yang seragam dan tata letak yang terstruktur.
- Dibangun dalam satu kawasan permukiman dengan fasilitas bersama.
- Populer di daerah urban karena efisien dalam penggunaan lahan.
Model rumah ini banyak diminati karena dianggap ekonomis, efisien dalam lahan, serta memudahkan pengelolaan lingkungan. Namun demikian, pembangunan rumah deret tetap harus mengikuti ketentuan tata ruang dan legalitas pembangunan.
Zonasi Permukiman: Fondasi Hukum Pembangunan Rumah Deret
Zonasi permukiman merupakan bagian dari RTRW dan RDTR yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan menjadi dasar hukum untuk menentukan penggunaan lahan. Zonasi ini mengatur peruntukan suatu wilayah, apakah digunakan untuk permukiman, perdagangan, industri, ruang terbuka hijau, atau fasilitas umum.
Pembangunan rumah deret hanya boleh dilakukan di zona yang diperuntukkan sebagai zona permukiman, misalnya:
- Zona permukiman kepadatan rendah
- Zona permukiman kepadatan sedang
- Zona permukiman kepadatan tinggi
- Kawasan perumahan yang telah ditetapkan dalam RDTR
Jika pembangunan rumah deret dilakukan di luar zona permukiman—misalnya di zona industri atau zona lindung—maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran tata ruang, yang berimplikasi pada:
- Tidak dapat diterbitkannya izin mendirikan bangunan (IMB/PBG)
- Ketidakjelasan legalitas tanah dan bangunan
- Potensi pembongkaran oleh aparat
- Tidak masuknya rumah tersebut dalam sistem pelayanan publik (listrik, air, sanitasi)
Dampak Rumah Deret yang Tidak Sesuai Zonasi
Ketika rumah deret dibangun tanpa memperhatikan zonasi, sejumlah persoalan serius dapat timbul, baik secara sosial, hukum, maupun lingkungan:
- Konflik dengan Rencana Tata Kota
Ketidaksesuaian dengan RDTR membuat perencanaan kota terganggu, mengakibatkan ketidakseimbangan dalam distribusi infrastruktur dan fasilitas umum. - Potensi Sengketa Hukum
Rumah yang dibangun di zona yang tidak sesuai bisa menjadi objek gugatan hukum, terutama jika di kemudian hari dilakukan penertiban. - Tidak Dapat Mengakses Layanan Pemerintah
Rumah yang berada di zona ilegal kemungkinan besar tidak mendapat akses air bersih, jalan, pembuangan limbah, atau sambungan listrik legal. - Penurunan Nilai Properti
Ketika legalitas rumah tidak jelas, maka nilai jual rumah akan menurun drastis dan sulit dijadikan agunan.
Akses Jalan Resmi: Syarat Wajib Hunian Layak
Setiap bangunan rumah deret wajib memiliki akses jalan resmi yang diakui pemerintah. Akses jalan resmi bukan hanya kebutuhan dasar untuk mobilitas penghuni, tetapi juga menjadi indikator penting dalam:
- Penanganan keadaan darurat (ambulans, pemadam kebakaran)
- Pelayanan kebersihan dan keamanan lingkungan
- Distribusi surat menyurat, logistik, dan fasilitas umum
- Kriteria hunian layak menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Akses jalan resmi harus memiliki lebar minimal sesuai dengan ketentuan peruntukan, misalnya:
Jenis Hunian | Lebar Minimal Akses Jalan |
---|---|
Rumah Deret Sederhana | 4 meter |
Rumah Deret 2 Lantai | 6 meter |
Rumah Deret Komersial | 7–8 meter |
Ketentuan Hukum yang Mengatur Zonasi dan Akses Jalan
Pembangunan rumah deret harus merujuk pada berbagai regulasi, antara lain:
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Menegaskan bahwa pemanfaatan ruang harus sesuai dengan rencana tata ruang dan memiliki izin dari otoritas.
- Peraturan Menteri ATR/BPN No. 13 Tahun 2016
- Mengatur tata cara pemberian izin lokasi dan prinsip kesesuaian zonasi.
- Peraturan Daerah tentang RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
- Perda ini memberikan pedoman lokal mengenai kawasan mana yang diperuntukkan untuk permukiman.
- Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung
- Mengatur syarat teknis bangunan, termasuk aksesibilitas dan keselamatan.
- UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
- Menjelaskan standar rumah layak huni dan kebutuhan akses infrastruktur dasar.
Studi Kasus: Dampak Rumah Deret di Luar Zonasi
Beberapa daerah di Indonesia pernah mengalami kasus di mana rumah deret dibangun secara ilegal, antara lain:
- Kota Bekasi: Puluhan rumah deret dibangun di atas lahan pertanian tanpa mengantongi izin zonasi. Akibatnya, warga tidak bisa memproses sertifikat dan IMB.
- Bandung Raya: Rumah deret dibangun di zona resapan air. Pemerintah daerah membekukan proyek dan tidak memberikan akses listrik.
- Surabaya: Rumah deret dibangun tanpa akses jalan resmi, mengakibatkan kesulitan ketika terjadi kebakaran dan evakuasi.
Pentingnya Peran Pemerintah Daerah dan Pengembang
Pemerintah daerah bertanggung jawab memastikan bahwa setiap pengembang:
- Mengajukan rencana pembangunan yang sesuai dengan RDTR
- Membuat site plan yang mencantumkan akses jalan, ruang terbuka, dan fasilitas umum
- Melakukan pengawasan lapangan untuk mencegah pembangunan ilegal
Sementara itu, pengembang harus:
- Melengkapi izin lokasi dan izin bangunan sebelum pembangunan dimulai
- Memberikan informasi transparan kepada calon pembeli tentang status zonasi
- Menyediakan akses jalan sesuai standar teknis dan legal
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mencegah terjadinya pembangunan rumah deret yang menyalahi aturan, beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Peningkatan Edukasi Publik
Masyarakat perlu diberi pemahaman mengenai pentingnya membeli rumah yang sesuai dengan peruntukan lahan dan memiliki akses resmi. - Digitalisasi Tata Ruang
Pemerintah perlu memperluas sistem Geographic Information System (GIS) dan Peta Zonasi Digital yang dapat diakses publik. - Sanksi Tegas Terhadap Pengembang Nakal
Pengembang yang membangun di luar zonasi perlu diberi sanksi administratif, pencabutan izin, bahkan pidana jika merugikan publik. - Audit Legalitas Sebelum Transaksi
Notaris dan PPAT wajib memastikan rumah yang akan diperjualbelikan memiliki status zonasi dan akses jalan yang sah. - Penertiban Bangunan Ilegal
Pemerintah daerah harus aktif melakukan inspeksi dan menghentikan proyek yang tidak sesuai peruntukan.
Penutup
Pembangunan rumah deret di Indonesia harus dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian zonasi permukiman dan kepemilikan akses jalan resmi. Kedua elemen ini bukan hanya bagian dari prosedur administratif, tetapi juga menjadi penentu kualitas hunian, kelayakan hidup, dan kepastian hukum bagi penghuni.
Dengan mengikuti aturan tata ruang dan memastikan infrastruktur dasar tersedia, pengembang, pemerintah, dan masyarakat dapat menciptakan kawasan permukiman yang tertib, aman, dan berkelanjutan. Ke depan, sinergi antara regulasi, pengawasan, dan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam membangun kota dan perumahan yang tertata baik.